"..kucari alamat rindu pada lipatan-lipatan kain kafan dan popok bayi yang menumpuk di pintu-pintu waktu. setiap detik berderit kabarkan kisah yang tak bisa kutebak. ribut klakson dan knalpot kemacetan mengubur bekas-bekas sepatuku yang lelah memungut sobekan-sobekan tisu kekecewaan. tapi musim selalu saja menetaskan buah-buah ranum berulat. seperti jambu yang pernah kau hadiahkan untukku sebagai ucapan doa dan perban duka cita.....lembaran hari-hari mengatup resah dalam cangkang-cangkang keniscayaan yang pudar di pojok-pojok bisu dan samar. di emper dan halte-halte bisik angin mengutuk jatuhan daun-daun kering dan sembulkan kuncup-kuncup baru yang rebah di keranjang sampah. antrian tahun berderet di loket-loket tak bertuan menenteng kantong-kantong rencana dan silih berganti mengambil tiket-tiket obsesi menuju rumah fantasi yang tak dikenal. notasi-notasi dari kumpulan paragrafnya kujumpai potongan tulang-tulang dilema berserak di pinggir trotoar kepura-puraan dan rongsokan-rongsokan janji yang dijajakan pedagang tanpa kepala di pasar pengkhianatan.....kutempuh jauh aspal kebimbangan. di bentangan tembok-tembok renta kota ini kutuliskan siluet murungku bersama rintihan seorang anak yang dirantai ibunya di toko mainan. kereta abad yang rusak mengantarnya entah ke mana.."
SILUET MURUNG
Written By Andy Art on 12/08/11 | 8/12/2011 01:06:00 AM
"..kucari alamat rindu pada lipatan-lipatan kain kafan dan popok bayi yang menumpuk di pintu-pintu waktu. setiap detik berderit kabarkan kisah yang tak bisa kutebak. ribut klakson dan knalpot kemacetan mengubur bekas-bekas sepatuku yang lelah memungut sobekan-sobekan tisu kekecewaan. tapi musim selalu saja menetaskan buah-buah ranum berulat. seperti jambu yang pernah kau hadiahkan untukku sebagai ucapan doa dan perban duka cita.....lembaran hari-hari mengatup resah dalam cangkang-cangkang keniscayaan yang pudar di pojok-pojok bisu dan samar. di emper dan halte-halte bisik angin mengutuk jatuhan daun-daun kering dan sembulkan kuncup-kuncup baru yang rebah di keranjang sampah. antrian tahun berderet di loket-loket tak bertuan menenteng kantong-kantong rencana dan silih berganti mengambil tiket-tiket obsesi menuju rumah fantasi yang tak dikenal. notasi-notasi dari kumpulan paragrafnya kujumpai potongan tulang-tulang dilema berserak di pinggir trotoar kepura-puraan dan rongsokan-rongsokan janji yang dijajakan pedagang tanpa kepala di pasar pengkhianatan.....kutempuh jauh aspal kebimbangan. di bentangan tembok-tembok renta kota ini kutuliskan siluet murungku bersama rintihan seorang anak yang dirantai ibunya di toko mainan. kereta abad yang rusak mengantarnya entah ke mana.."
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar